Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak
Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak merupakan salah satu pura yang terbesar yang berada pada luar Bali, sesudah Pura Besakih. Pura yang satu ini juga mempunyai status Kahyangan Jagat. Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak didirikan pada sekitar tahun 1995 dengan memakan biaya sekitar Rp 15 milyar dan juga pembangunannya juga memakan waktu sektar lima tahun yang berada pada Desa Taman Sari, Siopus, di Kecamatan Taman Sari, pada Kabupaten Bogor.
Pura yang terbesar secara fisik dan juga secara konsep ini berada pada bumi suci, Parahyangan atau Para Hyangan, di Bogor. Diyakini di kawasan tempat ini merupakan petilasan sang Prabu Siliwangi yaitu raja paling masyhur dan paling dipuja pada masa silam. Pada lereng Gunung Salak ini juga sebagai simbol yang Maha Meru, salah satu tempat bersemayam dewa-dewa.
Tempat ini juga dibangun dengan tujuan untuk menghormati Prabu Siliwangi beserta semua para prajurit-prajuritnya yang konon katanya pada saat itu menjelma menjadi macan yang bertugas menjaga tanah Sunda. Konon menurut masyarakat sekitar, dulunya sangat sering terjadi hal-hal yang berbau mistis atau gaib yang terjadi pada wilayah ini yang memang berhubungan dengan sang Prabu Siliwangi, raja yang masyhur yang berasal dari Kerajaan Hindu yang terakhir yang ada di Jawa Barat.
Ada juga yang mempercayai di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak yang megah ini merupakan tempat sang Prabu Siliwangi menghilang dengan semua para prajurit-prajuritnya. KIra-kira sekitar tahun 1981, pada lokasi itu juga dikenal dengan tempat Batu Menyan.
Batu Menyam ini merupakan batu yang memang mengeluarkan asap-asap dupa pada setiap hari-hari tertentu saja. Konon katanya pada batu itu juga , sering kali para masyarakat melihat cahaya-cahaya putih, sinar yang terang, yang dari langit dan turun ke Batu Menyan. Bukan Cuma itu saja rumput-rumput pada kawasan itu juga bersinar dengan terang.
Hingga pada akhirnya pada saat sebelum membangun Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak, umat Hindu memutuskan agar membangun terlebih duhulu candi dan juga patung-patung macan yang berwarna putih dan juga hitam ini bertujuan untuk penghormatan pada Kerajaan Padjadjaran, Kerajaan Hindu yang terakhir yang berada pada tanah Parahyangan.
Pada awal pembangunannya dilakukan sekitar pada tahun 1995 dengan juga mendirikan beberapa candi yang sederhana. Pura yang satu ini juga dibangun dengan sangat lengkap. Pada bagian Utamaning Mandala dibangun juga antara lain seperti :
Bale Pesamuan Agung,
Padmasana,
Bale Pepelik/Pengruman,
Pengeluran Agung,
Taksu Agung,
Patirtaan,
dan Candi.
Sedangkan pada bagian Utama Mandala ini juga dibangun antara lain seperti : Bale Panggungan,
Bale Agung,
Bale Peselang,
Bale Pawedan/Gajah,
Bale Gegitaan,
Bale Raringgitan,
dan Kori Agung.
Lalu pada bagian Madya Mandala juga dibangun
Pengapit Lawang,
Pesimpangan Dalem Peed,
Bale Gong & Bale Pengambuhan,
Pasandekan Sulinggih,
Bale Kulkul dan Candi Bentar.
serta pada bagian Nista Mandala juga dibangun bangunan lainya seperti
Wantilan,
Bale Paebatan,\Bale Paninjon,
Candi Bentar,
dan Pasandekan.
Pada samping Nistaning Nistajuga dibangun sebua kamar mandi dan juga tempat parkir.
Pura yang terbesar secara fisik dan juga secara konsep ini berada pada bumi suci, Parahyangan atau Para Hyangan, di Bogor. Diyakini di kawasan tempat ini merupakan petilasan sang Prabu Siliwangi yaitu raja paling masyhur dan paling dipuja pada masa silam. Pada lereng Gunung Salak ini juga sebagai simbol yang Maha Meru, salah satu tempat bersemayam dewa-dewa.
Tempat ini juga dibangun dengan tujuan untuk menghormati Prabu Siliwangi beserta semua para prajurit-prajuritnya yang konon katanya pada saat itu menjelma menjadi macan yang bertugas menjaga tanah Sunda. Konon menurut masyarakat sekitar, dulunya sangat sering terjadi hal-hal yang berbau mistis atau gaib yang terjadi pada wilayah ini yang memang berhubungan dengan sang Prabu Siliwangi, raja yang masyhur yang berasal dari Kerajaan Hindu yang terakhir yang ada di Jawa Barat.
Ada juga yang mempercayai di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak yang megah ini merupakan tempat sang Prabu Siliwangi menghilang dengan semua para prajurit-prajuritnya. KIra-kira sekitar tahun 1981, pada lokasi itu juga dikenal dengan tempat Batu Menyan.
Batu Menyam ini merupakan batu yang memang mengeluarkan asap-asap dupa pada setiap hari-hari tertentu saja. Konon katanya pada batu itu juga , sering kali para masyarakat melihat cahaya-cahaya putih, sinar yang terang, yang dari langit dan turun ke Batu Menyan. Bukan Cuma itu saja rumput-rumput pada kawasan itu juga bersinar dengan terang.
Hingga pada akhirnya pada saat sebelum membangun Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Taman Sari Gunung Salak, umat Hindu memutuskan agar membangun terlebih duhulu candi dan juga patung-patung macan yang berwarna putih dan juga hitam ini bertujuan untuk penghormatan pada Kerajaan Padjadjaran, Kerajaan Hindu yang terakhir yang berada pada tanah Parahyangan.
Pada awal pembangunannya dilakukan sekitar pada tahun 1995 dengan juga mendirikan beberapa candi yang sederhana. Pura yang satu ini juga dibangun dengan sangat lengkap. Pada bagian Utamaning Mandala dibangun juga antara lain seperti :
Bale Pesamuan Agung,
Padmasana,
Bale Pepelik/Pengruman,
Pengeluran Agung,
Taksu Agung,
Patirtaan,
dan Candi.
Sedangkan pada bagian Utama Mandala ini juga dibangun antara lain seperti : Bale Panggungan,
Bale Agung,
Bale Peselang,
Bale Pawedan/Gajah,
Bale Gegitaan,
Bale Raringgitan,
dan Kori Agung.
Lalu pada bagian Madya Mandala juga dibangun
Pengapit Lawang,
Pesimpangan Dalem Peed,
Bale Gong & Bale Pengambuhan,
Pasandekan Sulinggih,
Bale Kulkul dan Candi Bentar.
serta pada bagian Nista Mandala juga dibangun bangunan lainya seperti
Wantilan,
Bale Paebatan,\Bale Paninjon,
Candi Bentar,
dan Pasandekan.
Pada samping Nistaning Nistajuga dibangun sebua kamar mandi dan juga tempat parkir.
Komentar
Posting Komentar